Mural dan Moral
Berita Baru, Jakarta – 26 Agustus 2021: Mencekam, ini sangat meresahkan dan merugikan bagi warga negara. Ketika negara meresahkan hal-hal yang tidak substansial dan cukup emosional dalam merespon ekspresi atau daya imajinasi dari setiap warga negaranya.
Saya terpanggil untuk mengulas dan menulis tentang ‘mural’ yang seakan-akan menjadi musuh dan seakan-akan menjadi penyebab kegaduhan atau mengganggu ketentraman dan ketertiban umum. Pertanyaannya siapa yang terganggu? Apakah yang terganggu dan tersinggung itu adalah rezim dalam hal ini adalah Presiden yang ada dalam gambar.
Sungguh ironis, bahkan mural-mural yang dihapus itu bukan hanya mural yang berisi wajah dari oknum-oknum pemerintah tetapi juga yang menarasikan kritik dan keluhan warga negara terhadap negara seperti narasi “Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit” dan “Tuhan Aku Lapar” apa yang salah dari itu? Padahal ini adalah bentuk cara warga negara menyampaikan aspirasi atas keresahannya.
Mural lagi sangat viral di dunia maya, namun bukan karena keindahan dalam karya seninya tapi karena respon negara atasnya. Negara semakin resah atas kritik warga negara bahkan meski itu dalam bentuk karya seni.
Legitimasi moral penguasa atau pemerintah menjadi alasan logis ketika warga negara melakukan gerakan dalam bentuk kritik (mural) yang bertebaran saat ini. Ada apa dengan moral penguasa? Moral penguasa selalu berkaitan dengan perilakunya dalam menggunakan kekuasaan atay amanah yang dimilikinya saat ini.
Ada apa? mungkin karena elit penguasa terlalu banyak mengumbar janji tapi tidak menunaikannya sehingga menimbulkan kekecawaan di tengah kehidupan warga negara yang menantikan janji-janji tersebut ditepati. Berjanji dan tidak menepati janji adalah kecacatan moral yang nyata.
Penguasa telah kehilangan wajahnya di tengah masyarakat, sehingga elektabilitasnya turun tak terkendali lagi. Ini menyebabkan elit penguasa melakukan segala cara untuk menutup keran yang dapat memperkeruh citranya di depan publik. Menghapus mural-mural yang menggambarkan model mora penguasa adalah salah satunya. Padahal kebebasan berpendapat dan berekspresi khususnya dalam dunia seni sangat dilindungi dalam negara demokrasi dan negara hukum.
Ini sangat meresahkan, sangat berbahaya bagi model demokrasi negara kita. Semoga penguasa lebih terbuka menerima kritik dan menjawab semua tantangan-tangan tersebut dengan karya dan kerja nyata. Salam perjuangan, lanjutkan!