Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

SIS Al-Jufri: Nasionalis Sejati yang Tak Terbantahkan. 

SIS Al-Jufri: Nasionalis Sejati yang Tak Terbantahkan. 



Iklan Idul Fitri KPU Pohuwato

Oleh : Arman Mohamad

(Abanul khairaat, mantan Guru Madrasah Alkhairaat dan Wartawan media Alkhairaat Palu) 

Berita Baru, Tajuk – Saya tidak pernah melihat langsung wajah Guru Tua, Habib Idrus bin Salim Al-Jufri, semasa hidupnya. Namun, kisah perjuangan dan kebijaksanaannya telah mengalir dalam setiap manakib yang diceritakan oleh para muridnya, baik dalam ceramah maupun dalam setiap peringatan Haul di Palu, Sulawesi Tengah, setiap tahun setelah Idul Fitri.

Sejak tahun 1990-an, saya telah mengabdikan diri di lembaga Alkhairaat, baik sebagai pengurus yayasan maupun sebagai guru madrasah di Paguat, Sulawesi Utara, pada masa itu. Bahkan, saya juga pernah menjadi jurnalis di Media Alkhairaat di Palu, mewakili Gorontalo. Pengalaman ini membawa saya lebih dekat dengan keluarga besar Alkhairaat dan perjuangan yang telah diwariskan oleh Guru Tua.

Saat aktif di Yayasan Alkhairaat dan sebagai wartawan, saya berkesempatan bersama rekan -rekan wartawan lainnya beberapa kali bertemu dan mewawancarai cucu beliau, Habib Saggaf Al-Jufri, sebagai Ketua Utama, serta Habib Abdillah Al-Jufri sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Alkhairaat. Momen-momen itu semakin memperdalam pemahaman saya akan besarnya peran Alkhairaat dalam pendidikan Islam di Indonesia Timur.

SIS Al-Jufri: Nasionalis Sejati yang Tak Terbantahkan. 

Peran Alkhairaat dalam Panggung Nasional

Era 1990-an adalah masa di mana organisasi keagamaan memiliki peran penting dalam politik Orde Baru. Meskipun Alkhairaat bukan organisasi yang berafiliasi dengan kekuatan politik tertentu, keberadaannya sangat diperhitungkan dalam dinamika nasional dan regional. Hal ini terbukti dalam pelaksanaan Muktamar Alkhairaat ke-VI tahun 1991, di mana Wakil Presiden Sudharmono secara khusus diutus oleh Presiden Soeharto untuk membuka acara tersebut. Kehadiran tokoh-tokoh penting seperti Menteri Penerangan Harmoko, Menteri Negara Urusan Wanita Ny. A. Sulasikin Murpratomo, Panglima ABRI Faisal Tanjung, hingga tokoh nasional seperti Ir. Fadel Muhammad, menegaskan betapa strategisnya Alkhairaat dalam membangun bangsa.

Saat itu, ada upaya dari beberapa kelompok untuk mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Alkhairaat agar lebih terbuka dan modern. Namun, sistem kepemimpinan di dalam Alkhairaat sudah diatur melalui wasiat Guru Tua, di mana Ketua Utama dipilih berdasarkan garis keturunan langsung. Meskipun ada dorongan untuk mengubah sistem ini, kecintaan dan penghargaan para Abna terhadap Guru Tua berhasil mempertahankan konstitusi Alkhairaat sesuai dengan warisan beliau.

Guru Tua: Pahlawan Pendidikan dan Nasionalisme

Sejak didirikan, Alkhairaat telah berkembang pesat. Pada tahun 1969, lembaga ini memiliki 420 cabang. Kini, jumlahnya telah mencapai ribuan madrasah dengan jutaan murid dan ratusan cabang yang terus berkembang. Ini adalah bukti nyata bahwa Guru Tua bukan hanya seorang ulama besar, tetapi juga seorang pejuang dalam memberantas kebodohan dan memperkuat aqidah serta kecintaan terhadap tanah air. Di Indonesia Timur, peran beliau tidak bisa disangkal sebagai bagian integral dari NKRI.

Meskipun saya tidak lagi aktif dalam pengelolaan Yayasan Alkhairaat, saya tetap menjadi bagian dari Abnaul Khairaat. Setiap tahun, saya selalu menyempatkan diri untuk menghadiri Haul Guru Tua di Palu sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya.

Menjawab Penghinaan yang Tidak Beradab

Belakangan ini, muncul seorang individu bernama Fuad Plered yang melontarkan penghinaan terhadap Guru Tua. Pernyataan tersebut bukan hanya tidak pantas, tetapi juga berpotensi merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan Pancasila. Lebih dari itu, ucapan tersebut mencederai nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi adab dan keilmuan.

Yang lebih ironis, penghinaan ini datang dari seseorang yang menyandang gelar “Gus,” yang biasanya identik dengan kalangan ulama. Oleh karena itu, saya menegaskan bahwa pernyataan ini tidak bisa dibiarkan berlalu begitu saja dengan permintaan maaf. Perlu ada tindakan hukum untuk memberikan efek jera dan memutus rantai kebiasaan buruk dalam menyebarkan ujaran kebencian di ruang publik.

Narasi kotor dan penuh kebencian ini sangat memalukan, terutama karena ia mengklaim bahwa pernyataannya didasarkan pada pengamalan Al-Qur’an. Justru, pernyataan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan penghormatan terhadap ulama dan tokoh yang berjasa bagi umat.

Penutup

Habib Idrus bin Salim Al-Jufri adalah seorang pejuang pendidikan, seorang ulama besar, dan seorang nasionalis sejati. Jasa-jasanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun generasi berakhlak mulia tidak terbantahkan. Mereka yang mencoba meremehkan dan menghina beliau seharusnya bercermin pada diri sendiri sebelum melontarkan kata-kata yang tidak berdasar.

Hari ini, kita sebagai Abnaul Khairaat dan masyarakat Indonesia harus terus menjaga warisan perjuangan Guru Tua. Tidak hanya dengan mengenang, tetapi juga dengan mempertahankan nilai-nilai yang telah beliau tanamkan. Semoga Allah SWT menjaga kita semua dari fitnah dan kebencian yang tidak beralasan.

Wallahu a’lam bishawab.

Marisa-Pohuwato, 28 Ramadhan 1446 H.