
Meningkatkan Akses Pendidikan Perempuan: Langkah Nyata Menuju Kesetaraan di Pohuwato

Oleh: Erni Latif
(Kader Kohati HMI Cabang Pohuwato)
Kesetaraan gender bukan hanya persoalan wacana, tetapi tentang bagaimana hak-hak dasar setiap individu, termasuk perempuan, diakui dan dijamin. Salah satu kunci utama menuju kesetaraan itu adalah pendidikan. Namun kenyataan yang masih kita hadapi di Pohuwato hari ini menunjukkan bahwa perempuan belum sepenuhnya mendapatkan akses pendidikan yang adil dan setara. Ketimpangan ini menjadi tantangan nyata dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkeadilan di daerah kita.
Banyak anak perempuan di pedesaan Pohuwato yang masih menghadapi hambatan untuk melanjutkan sekolah, terutama pada tingkat pendidikan menengah atas dan perguruan tinggi. Alasan ekonomi, jarak tempuh sekolah yang jauh, hingga budaya yang masih menomorsatukan pendidikan laki-laki menjadi penyebab utama. Tak sedikit pula kasus pernikahan dini yang menyebabkan anak perempuan harus putus sekolah dan kehilangan masa depannya.
Dalam konteks ini, pengarusutamaan gender menjadi penting. Bukan sebatas memenuhi kuota perempuan di ruang publik, tapi memastikan bahwa kebijakan, program, dan anggaran di tingkat daerah benar-benar berpihak pada kebutuhan dan hak perempuan, khususnya dalam pendidikan. Pendidikan adalah jalan utama untuk memberdayakan perempuan, membebaskan mereka dari ketergantungan, dan membuka ruang partisipasi yang lebih luas dalam pembangunan.
Sebagai kader Kohati Cabang Pohuwato, saya melihat bahwa penguatan akses pendidikan perempuan harus menjadi agenda bersama. Pemerintah daerah perlu mengambil langkah strategis, misalnya dengan menyediakan beasiswa khusus bagi anak perempuan dari keluarga kurang mampu, membangun asrama atau tempat tinggal aman bagi pelajar perempuan yang berasal dari pelosok desa, serta meningkatkan sosialisasi pentingnya pendidikan anak perempuan kepada orang tua dan masyarakat melalui tokoh adat dan tokoh agama.
Studi kasus di Pohuwato menunjukkan bahwa masih banyak desa yang belum memiliki sekolah menengah atas. Hal ini membuat banyak anak perempuan enggan atau tidak diizinkan melanjutkan sekolah karena harus menempuh perjalanan jauh. Beberapa keluarga lebih memilih menikahkan anaknya daripada membiayai sekolah yang dianggap terlalu mahal atau tidak menjamin masa depan. Ini adalah masalah struktural yang hanya bisa diatasi dengan kebijakan yang berpihak dan keterlibatan masyarakat secara kolektif.
Kohati sebagai organisasi perempuan muda Islam memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi pelopor perubahan. Pendidikan adalah fondasi utama perjuangan perempuan. Ketika perempuan terdidik, mereka akan lebih mampu melindungi dirinya, memahami hak-haknya, membina keluarganya dengan sehat, serta berkontribusi aktif dalam masyarakat.
Sudah saatnya kita berhenti melihat perempuan sebagai pelengkap. Perempuan adalah pilar utama pembangunan. Dan akses pendidikan yang setara adalah kunci untuk membangkitkan potensi mereka secara maksimal. Meningkatkan akses pendidikan perempuan bukan hanya urusan perempuan — tetapi juga langkah menuju Pohuwato yang lebih adil, maju, dan setara bagi semua.