Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Menanggapi Ahli dari Terdakwa, Jupri : Hak Imunitas Bukan Impunitas
Jupri, SH.,MH Akademisi Universitas Ichsan Gorontalo, Ketua SAKSI Gorontalo (Foto : Istimewa)

Menanggapi Ahli dari Terdakwa, Jupri : Hak Imunitas Bukan Impunitas



Berita Baru, Gorontalo – Pemeriksaan Ahli dalam perkara pencemaran nama baik yang mendudukkan Adhan Dambea sebagai terdakwa memang menarik untuk kita simak. Berbagai pandangan dengan latar belakang keahlian dihadirkan. Baik ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum maupun ahli dari terdakwa.

Pun bergulir banyak istilah dalam pemeriksaan Ahli. Mulai dari hak imunitas, abuse of power, absolut imunitas dan imunitas terbatas.

Perbedaan pendapat ternyata bukan hanya dalam pemeriksaan sidang pengadilan. Di luar sidang pun, diskursus terkait perkara ini hangat diperbincangkan.

Awak media kami, kemudian menghubungi via telepon ke Bapak Jupri, SH.MH salah satu akademisi Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo guna meminta pendapat terkait komentar dari salah satu koleganya di fakultas. Jupri menyatakan bahwa sah-sah saja jika terjadi perbedaan pendapat dalam melihat persoalan ini. Apalagi seorang akademisi hukum tentunya perbedaan pendapat itu tidak terhindarkan.

Ia kemudian menjelaskan bahwa, kadang kita tidak bisa membedakan antara hak imunitas dengan impunitas. Hak imunitas merupakan hak untuk tidak dapat dituntut di depan pengadilan bagi anggota dewan yang melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya (vide Pasal 338 UU MD3 dan Pasal 122 UU Pemda).

Dari sini sudah dapat kita lihat bahwa, hak imunitas adalah hak untuk tidak dapat dituntut. Frasa “tidak dapat dituntut”, berbeda dengan “peniadaan pidana”. Olehnya, dari kemarin saya sudah tegas menyatakan bahwa ketika perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan, maka perdebatan bukan lagi di hak imunitas. Hak imunitas itu perdebatannya di pra ajudikasi bukan ajudikasi.

“Saya justru tidak sependapat ketika dikatakan bahwa hak imunitas bisa dinilai sebagai alasan peniadaan pidana dan hapusnya hak penuntutan. Sebab ada perbedaan yang jelas antara alasan penghapusan/peniadaan pidana dengan alasan hapusnya penuntutan, ” ucap Jupri kepada awak media ini, Sabtu (13/7/2022).

Menurutnya juga, keadaan-keadaan yang membuat penuntut umum tidak boleh melakukan penuntutan terhadap terdakwa disebut peniadaan/penghapusan penuntutan (vervolging suitsluitingsgronden), sedangkan keadaan yang membuat hakim tidak dapat mengadili seseorang sehingga tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap terdakwa disebut dasar-dasar yang meniadakan pidana.

Aktor pelaksananya pun berbeda, dasar peniadaan pidana ditujukan kepada hakim, sedangkan dasar peniadaan/ penghapusan penuntutan ditujukan kepada penuntut umum.

“Jadi saya tegaskan lagi tidak bisa digabungkan. Justru kalau dikatakan sama, maka jangan sampai hak imunitas bergeser ke impunitas. Dan ini sangat berbahaya, ” tegas Jupri.

Iklan Idul Fitri KPU Pohuwato