Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Begini Duduk Perkara Kasus Mafia Minyak Goreng yang Diungkap Kejagung

Begini Duduk Perkara Kasus Mafia Minyak Goreng yang Diungkap Kejagung



Berita Baru, Nasional – Pelan demi pelan penegak hukum mulai mengungkap siapa dalang atau mafia dibalik kelangkaan minyak goreng yang menimpa masyarakat diseluruh tanah air.

Berdasarkan Informasi yang dihimpun awak media ini, awal mula perkara ini disebutkan Burhanuddin terjadi pada akhir 2021 ketika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran.

Saat kelangkaan itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengambil kebijakan menetapkan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya serta menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit.

“Namun, dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO namun tetap memberikan persetujuan ekspor. Atas perbuatan tersebut diindikasikan dapat menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara,” ucap Burhanuddin dilansir dari newsdetik.com, Rabu (20/4).

Jaksa yang mengusut perkara ini, disebut Burhanuddin, telah menemukan bukti permulaan yang cukup dari 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait, serta keterangan ahli. Atas hal itu kejaksaan menetapkan 4 orang tersangka.

Para tersangka itu adalah sebagai berikut:

1. Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag);
2. Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia;
3. Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG); dan
4. Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.

Menurut Burhanuddin, para tersangka itu telah melakukan perbuatan melawan hukum yang dipaparkannya sebagai berikut:

1. Adanya permufakatan antara pemohon dengan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor;
2. Dikeluarkannya persetujuan ekspor pada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat, yaitu:
a. Telah mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau DPO
b. Tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO yaitu 20 persen dari total ekspor

Syarat-syarat itu disebut Burhanuddin tertuang dalam sejumlah peraturan seperti Pasal 54 ayat 1 huruf a dan ayat 2 huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

(1) Pemerintah dapat membatasi ekspor dan impor barang untuk kepentingan nasional dengan alasan.
a. untuk melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum.

(2) Pemerintah dapat membatasi ekspor barang sebagaimana ayat (1) dengan alasan:
a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri.
b. menjamin ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolahan di dalam negeri.
e. mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari ekspor tertentu di pasaran internasional.
f. menjaga stabilitas harga komoditas tertentu di dalam negeri.

Selain itu persetujuan ekspor itu disebut Burhanuddin bertentangan dengan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 juncto Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation) serta Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kebijakan dan Pengaturan Ekspor CPO, RDB Palm Olein dan UCO.

Atas perbuatannya itu, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor.

Iklan Idul Fitri KPU Pohuwato