Ingin Berkuasa Terlambat Berkoalisi
“Jika anda ingin melihat karakter seseorang, maka tawarkan ia kekuasaan niscaya wajah aslinya akan ia tampakkan tanpa keraguan di depan khalayak umum” — Bidak Bangsa
Berita Baru, Pohuwato – Kontestasi Pilkada pada tahun ini hanya tinggal menunggu penetapannya melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga penyelenggara, sementara pemenangnya bukan lagi rahasia umum telah diketahui oleh masing-masing calon dan para pendukungnya melalui hasil perhitungan cepat dengan menempatkan saksi-saksi di TPS didukung dengan kecanggihan tekhnologi saat ini hasilnya pun dapat diketahui lebih awal.
Dengan diketahuinya hasil menang atau kalah lebih awal sebelum penetapan resmi di KPU ini menjadikan para kontestan yang menang merayakan kemenangannya lebih awal dengan selebrasi yang beragam, seperti misalnya kompoi dijalanan, pesta makan-makan dan lain sebagainya. Sementara yang kalah hanya dapat meratapi hasilnya, selain “seharusnya” menerima kekalahan ternyata ada beberapa pihak yang belum bisa menerima hasil tersebut.
Di Kabupaten Pohuwato misalnya, dari empat kandidat yang berkontestasi salah satu pasangan telah diketahui melalui hasil perhitungan cepat sebagai pemenangnya, hanya saja tiga kandidat lainnya belum bisa menerima kekalahan ini. Hal ini dapat disimpulkan dari gerakan-gerakan yang mash dilakukan tanpa mau melakukan “gencatan senajata” sebagi pasukan yang terhormat.
Seperti halnya pertempuran-pertempuran di medan peperangan zaman dahulu, ketiga kadidat ini pun menjadikan pemenangnya sebagai musuh bersama “sungguh ironis”. Berkoalisi untuk menjatuhkan lawannya dengan berbagai cara, taktik dan strategi. Tujuan akhirnya adalah agar sang pemenang tidak mendapatkan legitimasinya dari pihak penyelenggara resmi kontestasi pesta demokrasi saat ini.
Namun, sesungguhnya ini sudah terlambat. Birahi berkuasa, egoisme para calon-calon yang kalah dan fanatisme para pendukungnya telah menjebak “mereka” pada pertarungan perebutan kekuasaan tanpa perhitungan-perhitungan yang konkret, sehingga kemenangan yang diharapkan justru semakin jauh untuk didapatkan, kekalahan pun dihadiahkan sebagai hasil pertarungan tanpa pertimbangan.
Jika beranggapan bahwa pertarungan memang belum benar-benar berakhir, cara-cara konstitusional telah disiapkan oleh Negara untuk mengakomodir aspirasi dan perspektif keadilan yang di anut oleh masing-masing calon, hanya saja berdasarkan pengalaman pada pertempuran-pertempuran sebelumnya harusnya koalisi “taktis” ini mempertimbangkan secara komprehensif hasil-hasilnya sebelum kekalahan kedua kalinya diperoleh pada momentum transisi kekuasaan ini.
Terlambat, seharusnya jika ingin mengalahkan satu musuh dengan kekuatan yang besar para kandidat-kandidat yang kalah ini tidak membagi kekuatannya menjadi kelompok-kelompok kecil yang mudah ditumbangkan. Namun begitulah manusia, kekuasaan telah membutakan pikiran dan hatinya dengan harapan hasil yang maksimal dari kekuatan yang minimal. Semoga cacatan kecil ini dapat menjadi pengigat yang baik dan bijak bagi para kontestan yang kala untuk dapat mengikis libido berkuasanya.
Penulis:
Bidak Bangsa