Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Wujudkan Keluarga Sehat, Anggota DPRD Palu Siap Kawal Anggaran Responsif Gender
Ketua Komisi A DPRD Kota Palu Sulawesi Tengah, Mutmainah Korona.

Wujudkan Keluarga Sehat, Anggota DPRD Palu Siap Kawal Anggaran Responsif Gender



Iklan Idul Fitri KPU Pohuwato

Berita Baru, Palu – Ketua Komisi A DPRD Kota Palu Mutmainah Korona mendorong anggaran responsif gender di daerah. Suatu kebijakan pemerintah yang berpihak kepada semua orang.

Menurut perempuan yang akrab disapa Kak Ning ini, spirit kebijakan anggaran yang rensponsif gender harus dijalankan semua pihak. Sebab, kebijakan tersebut dapat menciptakan keluarga hebat dan berkualitas. Keluarga yang paham mengenai kesetaraan relasi gender. Relasi yang saling menghargai, menyayangi dan saling mengingatkan.

“Perjuangan itu tidak bisa dijalankan sendiri, tapi negara harus hadir di situ memberikan edukasi dan membangun sistem. Bagaimana membangun pendidikan sejak dini, membangun generasi tanpa kekerasan itu harus diperjuangkan dari kebijakan,” ujar Kak Ning, dalam acara Podcast Sahabat Mombine melalui kanal Youtube Sikola Mombine, Senin (15/3/2021).

Di acara yang bekerja sama dengan The Asia Foundation (TAF) tersebut, Kak Ning mengatakan, peringatan Hari Perempuan Internasioal adalah salah satu momentum untuk tidak sekedar menjadi seremonial. Namun, menjadi momentum dalam merefleksikan keberadaan sebenarnya sebagai manusia yang memiliki hak sama.

“Setiap kebijakan diimplementasikan untuk memenuhi kepentingan bersama,” tegasnya.

Apabila melihat bahwa perempuan bagian dari kelompok rentan yang harus mendapat perlindungan khusus, lanjut Kak Ning, maka harus dibuatkan ruang khusus. Kemudian direkam menjadi kebijakan.

“Indeks pembangunan gender dan pemberdayaan gender khususnya di Sulteng belum sesuai harapan, karena relasinya masih sangat jauh. Di tingkat provinsi, pernikahan anak di bawah umur tinggi. Belum lagi bicara kekerasan gender. Kalau melihat kemisikinan berwajah perempuan bisa dikatakan kemiskinan Sulteng juga berwajah perempuan,” jelasnya.

Contoh kongkret paling sederhana adalah perempuan petani. Perempuan petani yang bekerja tidak dianggap sebagai salah satu pendapatan legal di daerah. Mereka tidak dianggap sebagai salah satu penyumbang.

“Mereka bekerja, mereka berkontribusi, seperti ibu ibu yang berjualan di pasar misalnya. Mereka mempunyai kontribusi yang cukup besar, tapi kemudian tidak dianggap sebagai penyumbang karena pemasukan untuk pasar sekian. Lalu, siapa sebenarnya penyumbang terbesar? Berapa laki-laki atau berapa perempuan? Sementara di pasar hampir 90% perempuan,” imbuhnya.

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah cenderung tidak melihat kondisi sosial sebenarnya. Sehingga kebijakan beserta implementasinya kurang tepat sasaran. Bahkan, tidak responsif gender.

“Semestinya, seperti sumber investasi juga mempertimbangkan pada kebutuhan dan kepentingan perempuan. Misalnya ketika galian tambang C di wilayah Donggala, harusnya ketika itu juga memperhatikan bagaimana perempuan punya hak untuk mengeluarkan pendapat saat dilakukan uji coba lingkungan. Sehingga tidak hanya mendapat dampak lingkungannya, tapi juga ada penerimaan secara sosial,” kata Kak Ning.

Anggaran rensponsif gender memastikan mengenai kepentingan kehidupan, secara terpisah atau terpilah berdasar jenis kelamin, umur dan kebutuhan bisa terealisasi secara adil. “Adil tidak harus dengan angka sama, tapi tergantung pada kebutuhan dan kepentingannya,” tegas wanita kelahiran 3 Juli 1979 itu.

Salah satu syarat memastikan anggaran rensposif gender adalah partisipasi aktif. Di dalam proses itu ada perencanaan. Dalam perencanaan, ada yang namanya Rembuk Warga tingkat RT. Hasilnya dimasukakan ke Musrembang. Kemudian dikawal hingga masuk ke kebijakan pemerintah. (*)