Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Wakil Ketua DPD KAI Gorontalo/Dosen hukum pidana, Jupri, SH.,MH. (Foto : Istimewa)
Wakil Ketua DPD KAI Gorontalo/Dosen hukum pidana, Jupri, SH.,MH. (Foto : Istimewa)

Soal “Penambahan” Pasal ITE, Jupri : Jelas dalam KUHAP



Berita Baru, Gorontalo – Perkara pencemaran nama baik dan fitnah Gubernur Rusli Habibie telah di sidangkan. Sidang perdana dimulai pada tanggal 6 April 2022 di ruang sidang Pengadilan Tipikor/PHI Gorontalo. Saat ini, telah memasuki agenda pembacaan putusan sela yang akan dibacakan Majelis Hakim pada tanggal 27 April 2022.

Selama proses persidangan. Berkembang di ruang sidang terkait penambahan pasal pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Sebagaimana pemberitaan media online, terdakwa Adhan Dambea menyatakan jika membaca dakwaan jaksa yang memasukkan Undang-Undang ITE, hal itu agak lucu sebab kata dia, sejak proses awal penyidikan hingga dilimpahkan ke kejaksaan, tidak ada pasal ITE tersebut.

Isu ini pun menggelinding bak bola salju di tengah-tengah masyarakat. Hingga menimbulkan pro kontra, apakah memang tidak bisa ada penambahan pasal ITE dalam suatu perkara dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah?

Wartawan kami kemudian mewawancarai Wakil Ketua DPD KAI Gorontalo yang juga dosen hukum pidana Bapak Jupri, SH.MH di Hotel Damhil. Setelah menghadiri Silaturahim dan Buka Puasa pengurus DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Gorontalo.

Jupri menegaskan, Pertama, sejak dari awal sudah memberikan pandangan hukum bahwa ketika penetapan tersangka dipersoalkan. Maka idealnya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, hal tersebut bisa digugat di lembaga Praperadilan. Sebagaimana kita ketahui bersama, pasca putusan Hakim Sarpin dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, “sah atau tidaknya penetapan tersangka” masuk menjadi objek gugatan Praperadilan.

Kedua, terkait apakah dimungkinkan terjadi penambahan pasal ITE yang disangkakan sebelum perkara di limpahkan di persidangan. Menurut hemat saya, bisa saja dilakukan penambahan pasal baru atas suatu delik yang mana sebelumnya tidak dicantumkan oleh penyidik Kepolisian.

Pertanyaan berikutnya, pada tahap mana? Bila kita cermat dalam membaca Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 14 huruf b KUHAP menegaskan Penuntut Umum mempunyai wewenang “mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat 3 dan ayat 4, dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik”.

Lebih jauh dalam Pasal 110 ayat 2 KUHAP berbunyi ” Dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih KURANG LENGKAP, penuntut umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik DISERTAI PETUNJUK UNTUK DILENGKAPI.

“Kemudian dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum (vide: Pasal 110 ayat 3 KUHAP),”papar Jupri.

Artinya berdasarkan pasal 14 huruf b dan Pasal 110 ayat 2 dan ayat 3 KUHAP secara terang benderang jelas dimungkinkan adanya penambahan pasal baru sebagai petunjuk dari jaksa penuntut umum. Guna melengkapi berkas perkara hasil penyidikan oleh penyidik Kepolisian.

“Olehnya sebagai akademisi dan praktisi hukum. Saya mengimbau kepada masyarakat untuk tetap percaya kepada aparat penegak hukum. Soal “penambahan” pasal ITE, sekali lagi telah jelas diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),”imbau Jupri.

Iklan Idul Fitri KPU Pohuwato