Program Perhutsos Tegaskan Komitmen Pembangunan Adil Gender
Berita Baru, Jakarta – Program Perhutanan Sosial (Perhutsos) yang digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan komitmen pemerintah untuk menyelenggarakan pembangunan adil gender dengan memberikan kesempatan tidak hanya kepada lelaki, tetapi juga kepada para perempuan penjaga hutan.
Hal itu diungkapkan oleh Plt. Kepala Bagian Kerja Sama Dalam Negeri dan Hibah, Ernawati Eko Hartono saat menjadi pemateri dalam gelar wicara Bercerita ke-69 bertajuk Pengarusutamaan GESI dalam Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara daring di Instagram @Beritabaruco, Selasa (19/10).
“Perhutanan Sosial ini adalah sebuah sistem pengelolaan hutan secara lestari yang dilakukan oleh masyarakat selaku pelaku utama, dan masyarakat di sini tidak hanya laki-laki, tapi juga perempuan,” ungkap Erna.
Sosok penting dalam Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (Pokja PUG) KLHK itu juga menyebutkan bahwa tujuan dari Perhutanan Sosial adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan hutan, dan mengurangi konflik teritorial dalam aspek ekologi, ekonomi maupun sosial.
“Pelakunya masyarakat. Kita kembalikan kepada masyarakat,” tegasnya.
Erna menyampaikan alasan pelibatan masyarakat itu penting saat ini karena dulu masyarakat hanya dilibatkan dalam pemberdayaan saja, tidak sampai di pengelolaan.
“Dari 46 ribu hektar pemanfaatan kawasan hutan zaman dulu itu 96 persen dikelola oleh swasta, 4 persennya dikelola masyarakat. Tapi saat ini kami ingin mengembalikan, bagaimana sekarang masyarakat itu mendapatkan akses 28% dan swasta itu tidak tinggi banget,” ujar Erna.
Selain itu, dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 tahun 2021, disebutkan secara jelas bahwa yang dimaksud sebagai masyarakat adalah laki-laki dan perempuan, sehingga perempuan pun sekarang bisa menerima manfaat dari hutan desa.
“Tujuannya perhutanan sosial adalah memberikan kesempatan yang sama baik untuk laki-laki dan perempuan, bahkan menyebutkan juga kaum marginal maupun kelompok kelompok riskan,” ungkap Erna.
Karena itu, Erna sangat mengapresiasi Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) yang telah mengintegrasikan gender dalam rumusan berbagai regulasi baik dalam Peraturan Menteri, Peraturan Dirjen, maupun direktur.
Di samping itu, Erna juga berharap bahwa dengan aturan baru tersebut maka dapat merubah juga mindset masyarakat, bahwa kepala keluarga itu tidak hanya laki-laki, tapi perempuan juga bisa menjadi kepala keluarga.
“Surat Keputusan Persetujuan Perhutanan Sosial ini juga diberikan tidak hanya kelompok tani laki-laki, tapi juga kelompok tani perempuan. Dan anggota-anggotanya itu pun tidak hanya laki-laki, tapi perempuan juga diberi kesempatan untuk menjadi anggota maupun pendamping-pendamping perhutanan sosial,” tegasnya.