
Ketika Janji Tak Ditunaikan, Suara Sunyi Mahasiswa KKN UNG Dikhianati

Berita Baru, Gorontalo – Tragedi menimpa sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Gorontalo (UNG) saat melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Dunggilata, Kecamatan Bulawa, Kabupaten Bone Bolango, pada 15 April 2025.
Sepuluh mahasiswa terseret arus deras Sungai Bulawa. Tiga di antaranya, yakni Ahdania Ahmadi, Regina Malaka, dan Sri Maghfirah Mamonto, meninggal dunia. Sementara tujuh mahasiswa lainnya selamat, namun mengalami luka fisik dan trauma mendalam.
Peristiwa tragis ini sempat mengundang perhatian luas, baik di tingkat lokal maupun nasional. Dalam doa arwah tiga hari yang digelar di masjid kampus, pihak universitas melalui konferensi pers menjanjikan sejumlah langkah kebijakan, di antaranya keringanan akademik dan pendampingan psikologis bagi para korban.
Namun, seiring waktu, janji tersebut belum terealisasi secara nyata. Alih-alih memberikan perlindungan, kebijakan itu hanya terdengar sebatas retorika yang terkesan menenangkan publik.
Pasca-evakuasi, mahasiswa korban justru menghadapi berbagai beban baru yang menambah penderitaan mereka dengan pembebanan Administratif Tidak Berkurang, Mahasiswa korban tetap diwajibkan menyelesaikan seluruh laporan individu, luaran kelompok, dan tugas administratif lainnya sebagaimana mahasiswa reguler, tanpa adanya keringanan, Tidak Ada Penyesuaian Akademik
Meski masih dalam pemulihan trauma.
Para korban tidak mendapatkan kelonggaran dalam penyelesaian tugas perkuliahan maupun laporan KKN, Dosen Pembimbing Lalai
Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yang seharusnya hadir dan memberikan perlindungan justru tidak berada di lokasi saat kejadian.
Pasca-tragedi, DPL tetap menuntut kelengkapan laporan tanpa pendampingan psikologis yang memadai, Kurangnya Empati dari Tenaga Pendidik, Dosen pengampuh mata kuliah maupun pihak program studi tidak menunjukkan sikap empatik atau inisiatif dalam meringankan beban mahasiswa.
Hal tersebut terungkap saat beberapa Mahasiswa menemuai awak media kepada wartawan ini memgungkap kejadian tersebut pada Selasa (28/08/2025).
Alih-alih membantu, sistem akademik justru berjalan sebagaimana biasa, seolah tragedi yang merenggut nyawa dan meninggalkan trauma itu tidak pernah terjadi.
Akibat kejadian tereset sejumlah Mahasiswa korban merasakan tekanan berlapis, trauma akibat bencana dan tekanan akademik yang kaku.
Dampak nyata yang dirasakan meliputi, Hilangnya rasa aman dan kepercayaan terhadap institusi kampus, Stres berat akibat tidak adanya fleksibilitas akademik, Perasaan dikhianati oleh pihak yang seharusnya membimbing dan melindungi.
Situasi ini memunculkan luka psikis mendalam yang semakin mengikis semangat akademik para mahasiswa.
Kekerasan Struktural
Sistem akademik gagal memberikan perlindungan, justru membebani korban dengan administrasi kaku tanpa ruang pemulihan.
Manipulasi Etis oleh Dosen dan Tenaga Pendidik
Pihak kampus seakan berupaya menampilkan citra positif di depan publik, sementara di balik itu mahasiswa korban dibiarkan menghadapi tekanan sendiri.
Narasi Menyalahkan Mahasiswa
Di ruang publik beredar opini yang menyalahkan mahasiswa, seolah tragedi adalah akibat kelalaian mereka semata. Padahal, secara moral, dosen memiliki tanggung jawab untuk memberikan pengawasan, empati, dan pendampingan penuh.
Sayangnya, evaluasi pasca-tragedi lebih banyak berfokus pada aspek teknis KKN, bukan pada pemulihan kondisi mahasiswa terdampak.