Jerat Mahasiswa Putusan Perkara BBM Kuasa Hukum Terdakwa Ajukan Banding
Berita Baru, Pohuwato – Perkara yang menimpa salah satu mahasiswa Pohuwato tampaknya tidak selesai pada putusan pengadilan, pasalnya pihak kuasa hukum dari yang terdakwa akan mengajukan banding.
Hal itu dikarenakan ada Ada beberapa point penting yang didalam pertimbangan (judex facties) sebagai dasar diajukan memori banding pertama:
Kuasa Hukum Terdakwa, Stenli Nipi, SH.,MH, mengataka keberatan atas dakwaan dan tuntutan JPU yang tidak sesuai fakta dipersidangan, atas keterangan saksi-saksi yg diajukan oleh JPU terhadap terdakwa, dimana pada faktanya terdakwa hanya orang yang orang merupakan pekerja(kurir) yang diperintahkan anggota polisi yang dibayar dalam bentuk upah harian Rp. 100 Ribu.
Menurut Stenli pencermatan hakim dalam melihat UU Cipta kerja tidak secara parsial namun harus keseluruhan UU Cipta kerja yang mengomnibuslaw hampir 72 UU, salah satunya undang-undang ketenaga kerjaan. Sebagai semangat lahirnya UU Cipta kerja yang melindungi para pekerja dari tindakkan pihak pemberi kerja.
Oleh karena, sebagai kuasa hukum terdakwa, Stenli Nipi keberatan atas putusan judex factie karena terdakwa hanya merupakan pelajar/mahasiswa, yang tentunya harus diberi perlindungan, mengingat putusan judex factie berdasar pada hukuman preventif maka hal itu tidak cukup adil buat terdakwa dimana muatan putusan tidak memuat hukuman yang lebih edukatif.
“Terdakwa harus ditempatkan sebagai korban bukan sebagai pelaku utama karena ada pihak lain yang harusnya lebih bertanggung jawab terhadap perbuatan terdakwa yang diminta dan diperintah memuat BBM bersubsidi jenis Solar,”ungkap Stenli kepada wartawan media ini, Selasa (20/9/2022).
“Bahwa kami pula keberatan dengan putusan Hakim yang lebih yang tidak mempertimbangkan keadaan terdakwa, yang masih dalam proses pengajuan proposal penelitian akhir studi,”kata Stenli.
Lebih lanjut, kata Stenli pihak hakim tidak diberikan keringanan, sebagai informasi klien kami ditangkap dan ditahan pada saat ia pulang dari KKLP (kuliah kerja lapangan plus) yang merupakan bagian proses pembelajaran dan penilaian mahasiswa akhir studi
“Bahwa keberatan kami kepada putusan pengadilan terkait dasar hukum penuntutan JPU menggunakan UU Cipta kerja, dimana yang kami persoalankan kedudukan UU cipta kerja yang inkonstitusional bersyarat, dimana majelis mencermati UU masih dapat digunakan sebagai dasar penuntutan,”terang Stenli.
Masih menurut Stenli, bahwa UU tersebut belum tepat diterapkan sebagai dasar penuntutan. Namun pada putusan judex factie tidak menjelaskan secara terperinci jelas, seharusnya putusan Hakim selain mencerminkan keadilan harusnya mempertimbangkan pembelaan krn ditingkat elit intelektual para pakar hukum atas putusan MK terhadap UU cipta kerja masih terjadi silang pendapat, terhadap kedudukan UU Cipta kerja pasca putusan MK, masih terjadi debatable/belum ada yang pasti.
Soal inkonstitusional bersyarat dimana pembuat undang undang (pemerintah dan DPR) diminta untuk memperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun setelah putusan paling lambat kepastian hukum atas kedudukan UU cipta kerja, apakah konstitusional dan inkonstitusional paling tidak akan dilihat nanti pada 26 November 2023. Seharusnya terhadap tersebut tidak terjawab oleh JPU.
“Maka seharusnya pembelaan kami seharusnya dapat dipertimbangkan, tentu alasan kami menolak UU CK tersebut tidak dapat digunakan sebagai dasar tuntutan tidak serta merta dijawab dengan pertimbangan dasar keyakinan hakim melainkan harus ada legal rasioning sebagai bantahan, dan itu tidak terjawab secara substansi pada putusan Hakim tingkat pertama,”tambah Stenli.
Masih menurut Stenli, persoalan banding adalah jalur yang diberikan Undang Undang kita, ketika tidak puas atas putusan pengadilan ditingkat pertama maka dapat mengajukan banding dengan masa waktu 7 hari setelah putusan .
“Tentunya bukan hanya persoalan klien kami yang jadi korban dan terseret pada kasus izin pengangkutan parah bersubsidi, melainkan ini merupakan tanggung jawab kita semua yang peduli terhadap para pekerja yang belum dapat dilindungi oleh UU cipta kerja yang katanya melindungi masyarakat khususnya para pekerja,”tutur Stenli.
Lebih lanjut lagi, kata Stenli dari fakta persidangan kliennya, sudah bisa sedikit menggambarkan masih banyak para pekerja yang pekerjaannya yang berkonsekuensi dengan hukum tidak bisa dilindungi oleh UU cipta kerja, malah orang orang yang empunya BBM bersubsidi.
“Mobil kendaraan tanpa izin pengangkutan dan yang menyalahgunakan rekomendasi dinas pengguna BBM jenis solar subsidi pemerintah i yang dihadirkan JPU, sebagai SAKSI SAKSI yang memberatkan klien kami Dipersidangan, malah upah harian Rp. 100 ribu oleh hakim dipertimbangkan sebagai keuntungan dari klien kami.
“Menurut kami ini aneh tapi itulah fakta hukum di negeri ini, Keyakinan hakim masih menjadi alasan kuat menyatakan orang bersalah walau fakta berkata beda,”tutup Stenli sembari menegaskan bahwa kuasa terdakwa mengajukan banding perkara ini ke pengadilan tinggi Gorontalo pada tanggal 15 september 2022 mendatang.