Diduga Lakukan Pungli Sertifikat Tanah, Ini Jawaban Kades Pohuwato
Berita Baru, Pohuwato – Pembagian sertifikat tanah gratis merupakan program Presiden Joko Widodo. Sejak awal dicanangkan, program sertifikat prona dibawah Badan Pertanahan Nasional (BPN) ini tidak dipungut biaya alias gratis.
Masyarakat pun bisa mendapatkan sertifikat tanah mereka dengan mengurus sejumlah dokumen melalui kantor kelurahan atau desa setempat.
Namun sayangnya, program gratis untuk masyarakat kurang mampu justru diciderai dengan ulah oknum Kepala Desa Pohuwato, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato. Oknum Kades ini diduga meminta sejumlah uang dari warga yang ingin membuat sertifikat.
Salah seorang warga Desa Pohuwato, Kecamatan Marisa yang enggan disebutkan namanya mengaku dirinya dipungut biaya Rp.250.000 untuk pengambilan sertifikat.
“Itu sertifikat baru-baru keluar dan sekarang sudah ada di kantor desa, tapi dorang (mereka, red) mau minta penebusannya”, kata dia.
Ia menambahkan, bahwa ada puluhan warga lainnya yang juga dipungut biaya Rp.250.000. Padahal dirinya mengetahui program tersebut gratis. Namun, karena hanya rakyat kecil sehingga tak mampu berbuat apa-apa dan terpaksa mengikuti keinginan dari oknum Kepala Desa tersebut.
“Saat rapat juga, mereka sampaikan bahwa ini gratis ‘Mumpung Masih Gratis Bu’, tapi kenyataannya saat sertifikat mau diambil, mereka justru minta tebusan Rp250.000”, ujar dia penuh kesal.
Ia pun mengaku sangat keberatan dengan pungutan liar itu, terlebih dimasa pandemi covid-19 ini perekonomian masyarakat sedang terpuruk.
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Pohuwato, Kecamatan Marisa, Sahrianto Lamapa membenarkan hal tersebut dan dirinya mengatakan bahwa uang sejumlah 250.000 tersebut untuk biaya materil dan operasional dari kepengurusan sertifikat tersebut.
“Sertifikat itu memang gratis, tapi hal ini kita tidak pungut itu soalnya mereka ini juga hanya tau bersih kan. Jadi uang 250 itu sudah masuk di materai, pengurusan bolak-balik ke BPN dan lain-lain” katanya.
Terkait biaya sejumlah Rp.50.000, kata dia, bahwa uang tersebut merupakan biaya suguhan dari desa untuk membayar petugas yang melakukan dari pengukuran tanah hingga sertifikat ini selesai.
“So jadi budaya orang gorontalo ini Pak, kan masa orang mo datang tidak ada yang torang mo kase”, ujar dia santai.