Aktivis Tilamuta Antusias Ikuti Diseminasi Hasil Monitoring Sidang Perkara GORR
Berita Baru, Tilamuta – Tak ingin ketinggalan, aktivis tilamuta antusias ikuti Diseminasi hasil monitoring sidang perkara GORR atau Gorontalo Outer Ring Road berlangsung meriah di Kota Idaman Kabupaten Boalemo.
Kegiatan Diseminasi hasil monitoring sidang perkara GORR di Boalemo, dihadiri Ketua Sekolah Anti Korupsi Gorontalo sebagai pembicara kunci dan Peneliti SAKSI Tim Monitoring Sidang GORR, Munandar Pakaya, SH, bertempat di Hotel Grand Amalia Tilamuta.
Diseminasi Hasil Monitoring Sidang Perkara Gorontalo Outer Ring Road di kota Idaman tersebut dimulai dari pukul 11:00 WITA sampai 14:00 WITA dan dilanjutkan kemudian dengan berfoto bersama.
Pernyataan pun kian beragam, diantaranya dari praktisi hukum Hendra R. Saidi, SH (Advokat Peradi), dari Kongres Advokat Indonesia yakni Rahayu Wahyuni Hasan SH, Direktur Yadikdam Boalemo Pawennari SH.MH.
Dosen hukum pidana Universitas Pohuwato Sri Rahayu Lestari Pade, SH.MH, Bapak Hamsir Saleh, dan Parmin Ishak, Mey Marzuk, SH dari PPI, Agus Moga mewakili WADIKA SC, aktivis Himpunan Mahasiswa Islam serta perwakilan Media.
Antusiasme aktivis makin terlihat, ketika moderator memberikan kesempatan kepada para peserta untuk memberikan pandangannya terhadap kasus yang didiseminasikan yaitu perkara Gorontalo Outer Ring Road untuk terdakwa AWB dan para Apraisal yang telah diputus 27 April 2021.
Praktisi Hukum Pawennari, SH.MH menyatakan bahwa “memang sangat ironis ketika suatu perkara yang tergolong delik materil seperti Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dihitung dan ditetapkan kerugian keuangan negaranya oleh lembaga yang berwenang untuk itu.
“Misalnya dalam perkara ini, ternyata sebagaimana pemaparan narasumber pada saat pemeriksaan Ahli Akuntasi diminta untuk menghitung kerugian keuangan negara oleh aparat penegak hukum. Padahal jelas dalam UUD NRI tahun 1945 dan UU dibawahnya itu adalah kewenangan BPK,”katanya.
Parmin Ishak perwakilan Akademisi Universitas Pohuwato pun ikut mengomentari hal tersebut.
“Menghitung kerugian keuangan negara itu memiliki metodenya tersendiri, jadi tidak bisa hanya karena berstatus dosen akuntansi kemudian bisa menghitung kerugian negara itu. Apalagi dosen akuntansi dan akuntan publik itu memiliki metodenya masing-masing”, pungkas Parmin. (RLS)