Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Jurpi, SH., MH | Ketua Sekolah Anti Korupsi (Saksi) Provinsi Gorontalo.
Jurpi, SH., MH | Ketua Sekolah Anti Korupsi (Saksi) Provinsi Gorontalo.

Ahli Justru Melemahkan Pembuktian JPU (Episode 11)



Berita Baru, Gorontalo – Pemeriksaan Ahli masih agenda pembuktian oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 4 orang Ahli. Masing-masing pakar Hukum Administrasi Negara Prof. Abdul Razak dari Universitas Hasanuddin, Pakar Hukum Agraria Dr. Iwan Permadi dari Universitas Brawijaya, Pakar Akuntansi Dr. Ilyas Lamuda dari Universitas Gorontalo dan Bapak Wisnu Adji, S.AK dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Gorontalo. Sidang pemeriksaan keterangan Ahli untuk terdakwa Apraisal IB dan FS dimulai pukul 09:46 WITA.

Pentingnya pemeriksaan Ahli dalam perkara Gorontalo Outer Ring Road (GORR) untuk menguatkan dalil-dalil yang ada dalam dakwaan JPU terhadap para terdakwa. Sebab dalam pemeriksaan saksi-saksi fakta sebelumnya, Ketua Majelis Hakim selalu mengingatkan kepada JPU agar menghadirkan Ahli. Bila kita merujuk pada alat bukti sebagaimana dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menegaskan bahwa Alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi, keterangan Ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yanh diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (vide Pasal 1 angka 28 KUHAP). Bila kita mendasarkan pada pengertian di atas, maka keterangan Ahli menempati posisi yang sangat penting untuk membuat terang suatu perkara pidana.

Hanya saja pemeriksaan Ahli dalam perkara GORR (Selasa, 30/3/2021) justru ibarat api jauh dari panggangan. Hal ini terlihat ketika Pemeriksaan keterangan Ahli dari BPKP Provinsi Gorontalo dan Ahli Akuntansi dari Universitas Gorontalo.

Terkait keterangan para Ahli tersebut, awak media kami meminta pandangan kepada Bapak Jupri, SH.MH selaku Ketua Tim Monitoring Sidang sekaligus Dosen Hukum Pidana yang setahu kami telah melahirkan 4 (empat) buah buku diantaranya KPK & Korupsi Kekuasaan, Justice Collaborator; Strategi Mengungkapkan Tindak Pidana Korupsi dan Hukum Pidana Korupsi. Ia menyatakan bahwa Ahli dari BPKP dan Ahli Akuntansi bukannya membuat terang perkara GORR atau minimal menguatkan dakwaan JPU, justru terlihat melemahkan pembuktian.

Pertama, ketika Ketua Majelis Hakim mempertanyakan cara mengaudit dari Ahli Wisnu Adji sehingga ditemukan kerugian keuangan negara kurang lebih Rp. 43 Miliar. Ahli justru tidak menguraikan bagaimana cara menghitungnya, melainkan hanya menyatakan bahwa Surat Pernyataan Penguasaan Fisik (SPPF) tidak sesuai dengan Perpres Nomor 71 Tahun 2012. Atas jawaban tersebut, Ketua Majelis selalu mengingatkan Ahli bahwa saudara Ahli, saya butuh Ahli Akuntansi jangan jadi Ahli hukum atau Sosiologi.
Kedua, Ahli Wisnu Adji juga sempat menyinggung soal keabsahan perhitungan para terdakwa (Apraisal). Ketua Majelis Hakim kembali menyatakan bahwa Ahli dari BPKP apakah berwenang menilai hasil penilaian Apraisal? Ahli pun menjawab bahwa tidak berwenang menilai soal benar atau tidaknya perhitungan Apraisal.

Ketiga, Ahli dari BPKP selalu ditegur oleh Majelis Hakim karena selalu menggunakan frasa “mungkin”. Padahal Ahli dihadirkan untuk dimintai pendapat atas keahliannya. Hakim anggota malahan secara tegas menyatakan bahwa tidak layak saudara jadi Ahli karena tidak punya sertifikat forensik. Memang dari awal pemeriksaan keterangan Ahli terjadi penolakan dari kuasa hukum para terdakwa karena Ahli Wisnu Adji dari BPKP Provinsi Gorontalo dianggap belum memenuhi syarat untuk diminta keterangan sebagai seorang Ahli. Adapun pertimbangan karena pada saat Ahli menerangkan riwayat pendidikan ternyata pendidikan terakhir Sarjana Akuntansi, Golongan 3A dan belum cukup 3 tahun menjadi investigator di BPKP Provinsi Gorontalo serta diakui hanya memiliki sertifikat investigasi.

Padahal keterangan Ahli dari BPKP diharapkan bisa membuat terang bagaimana cara menghitung kerugian keuangan negara di perkara GORR. Berbeda bila kita bandingkan dengan Ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan. Dimana untuk keterangan Ahli memiliki ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 3 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian Keterangan Ahli.

Keempat, Ahli Akuntansi yang menyatakan bahwa kerugian keuangan negara kurang lebih Rp 80 Miliar dalam perkara GORR. Karena tanah negara tidak bisa diperjualbelikan atau diganti rugi dan hak kepemilikan tidak sah. Atas pernyataan tersebut, Majelis Hakim mempertanyakan kapasitas Ahli, apakah sebagai Ahli hukum atau Akuntansi. Selain itu, Hakim juga mempertanyakan dasar hukum Ahli bisa menghitung kerungian keuangan negara. Poin ini sangat penting karena hanya lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk menghitung kerungian keuangan negara bukan kewenangan seorang dosen akuntansi.

Sedangkan soal pernyataan Ahli terkait Tanah Negara tidak bisa diperjualbelikan atau diganti rugi. Itu sangatlah keliru karena tanah negara yang dikuasai secara terus-menerus minimal selama 20 tahun dengan itikad baik bisa diajukan ke pemerintah untuk dijadikan hak milik. Pun bila belum bersertifikat bisa dibuatkan SPPF sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 71 Tahun 2012.

Pemeriksaan Ahli yang diwarnai dengan istilah “mungkin” dan “prinsip akuntansi”, pun berakhir pada pukul 18: 03 WITA.

Iklan Idul Fitri KPU Pohuwato